Contoh Makalah PERKEMBANGAN JIWA KEAGAMAAN PADA ANAK DAN REMAJA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia sebagai salah satu makhluk yang
berada di permukaan bumi merupakan salah satu makhluk yang paling sempurna yang
diciptakan oleh Allah SWT. Sebagaimana firmannya dalam surat At-Tiin ayat 4 :
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah
menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”
Sebagaimana arti ayat diatas maka
manusia sebagai makhluk yang terbaik memiliki keunikan dan menarik untuk diketahui
dan dipelajari lebih jauh baik dari segi pisik atau raga dan
mental atau kejiwaannya.
Bertolak dari latar belakang diatas
hampir seluruh ahli ilmu jiwa sependapat, bahwa sesungguhnya apa yang menjadi
keinginan dan kebutuhan manusia itu bukan hanya terbatas pada kebutuhan makan,
minum, pakaian ataupun kenikmatan-kenimatan lainnya. Berdasarkan hasil riset
dan observasi mereka mengambil kesimpulan bahwa pada diri manusia terdapat
semacam keinginan dan kebutuhan yang bersifat universal, kebutuhan itu melebihi
kebutuhan-kebutuhan lainnya. Kebutuhan akan kekuasaan. Keinginan akan kekuasaan
tersebut merupakan kebutuhan kodrati, salah satunya berupa kebutuhan untuk
mencintai dan dicintai Tuhan yang kita kenal dengan istilah agama.
Hasil penelitian dan observasi para peneliti
menimbulkann beberapa teori antara lain:
1.
Teori
Monistik (Mono = Satu)
Teori
monistik berpendapat bahwa yang menjadi sumber kejiwaan agama itu adalah satu
sumber kejiwaan. Selanjutnya sumber tunggal manakah yang dimaksud yang paling
dominan sebagai sumber kejiwaan itu, timbul beberapa pendapat yang dikemukakan
oleh:
a. Thomas
Van Aquino
Sesuai
dengan masanya Thomas Aquino mengemukakan bahwa yang menjadi sumber
kejiwaan agama itu ialah berfikir.
Manusia bertuhan karena manusia
menggunakan kemampuan berfikirnya. Kehidupan beragam merupakan refleksi dari
kehidupan berfikir manusia itu sendiri. Pandangan semacam ini masih tetap
mendapat tempatnya hingga sekarang dimana para ahli mendewakan rasio sebagai
satu-satunya motif yang menjadi sumber agama.
b. Fredrik
Hegel
Hampir
sama dengan pendapat Thomas Aquino maka filosof Jerman ini berpendapat bahwa
agama adalah salah satu pengetahuan yang sungguh-sungguh benar dan tempat kebenaran
abadi. Berdasarkan hal itu agama semata-mata merupakan hal-hal atau
persoalan yang berhubungan dengan pikiran.
c. Frekdrick
Schleimacher
Berlainan
dengan pendapat kedua ahli diatas, F. Schleimacher berpendapat, bahwa yang
menjadi sumber keagamaan itu adalah rasa
ketergantungan yang mutlak (sence of depend). Dengan adanya rasa
ketergantungan yang mutlak ini manusia merasakan dirinya lemah. Kelemahan ini
menyebabkan manusia selalu tergantung hidupnya dengan suatu kekuasaan yang
berada di luar dirinya sehingga terbentuklah konsep ketuhanan.
d. Rudolf
Otto
Rudolf
Otto berpendapat sumber kejiwaan adalah rasa kagum yang berada dari the wholly other
(yang sama sekali lain). Jika seseorang dipengaruhi rasa kagum terhadap
sesuatu yang dianggapnya lain dari yang lain di istilahkan R. Otto “Numinous”
sebagai sumber yang essesial.
e. Sigmund
Frend
Pendapat
S. Frend sumber kejiwaan agama adalah libido sexuil (naluri seksual).
Berdasarkan
libido ini timbullah ide tenga ke-tuhanan dan upacara keagamaan setelah melalui
proses:
a) Oedipoes Comples:
Mitos Yunani kuno yang mencerikan bahwa karena perasaan cinta kepada ibunyam
maka Oedipoes membunuh ayahnya. Kejadinya yang semacam ini berasal dari manusia
primitif. Mereka bersekongkol membunuh ayah yang berasal dalam masyarakat
poromiscuitas. Setelah ayah mereka mati, maka timbullah rasa bersalah (sence of
guilt) pada diri anak-anak itu.
b) Father Image
(Citra Bapak): setelah mereka membunuh ayah mereka dan dihantui rasa bersalah
itu, timbullah rasa penyesalan, perasaan itu menerbitkan ide untuk membuat suatu
cara sebagai penebus kesalahan yang mereka lakukan. Timbullah keinginan untuk
memuja arwah ayah yang mereka bunuh itu, karena khawatir akan pembalasan arwah
tersebut. Realisasi dari upacara keagamaan itulah menurutnya sebagai asal dari
upacara keagamaan, jadi menurut S. Frend, agama muncul dari ilusi (khayalan)
manusia.
S. Frend bertambah
yakin akan kebenaran pendapatnya itu berdasarkan kebencian setiap agama
terhadap dosa. Dan dilingkungannya yang beragama Nasrani, Frend menyaksikan
kata “Bapak” dalam untaian doa mereka.
f. William
Mac Dougall
Sebagai
salah satu ahli spikologi instink, ia berpendapat bahwa memang isntink khusus
sebagai sumber agama tidak ada. Ia berperndapat sumber kejiwaan agama merupakan
kumpulan dari beberapa instink. Menurut Mac Dougall, pada diri manusia terdapat
14 macam instink. Maka agama timbul dari dorongan instink secara terintegrasi.
Namun
demikian pendapat ini bantah oleh para ahli posipologi agama. Alasannya, jika
agama merupakan instink, maka setiap orang tanpa harus belajar agama pasti akan
terdorong secara spontan ke gereja, begitu mendengar bunyi lonceng gereja.
Tetapi kenyataannya tidak demikian.
2.
Teori
Fakulti (Faculty Theory)
Teori
ini berpendapat bahwa tingkah laku manusia tidak besumber pada suatu faktor
yang tunggal tetapi terdiri atas beberapa unsur, antara lain yang dianggap
memegang peranan penting adalah : Fungsi Cipta (reason), Rasa (emotion), dan
Karsa (Will).
Demikian
pula perbuatan manusia yang bersifat keagamaan di pengaruhi dan ditentukan oleh
tiga fungsi tersebut:
1) Cipta
(Reason)
Cipta
merupakan fungsi intelektual manusia.ilmu kalam (Theologi) merupakan cerminan
adanya pengaruh fungsi intelek ini. Melalui cipta orang dapat menilai dan
membandingkan dan selanjutnya memutuskan suatu tindakan terhadap stimulan tersebut.
Perasaan intelek ini dalam agama merupakan suatu kenyataan yang dapat dilihat,
terlebih-lebih dalam agama modern perasaan dan fungsi reason ini sangat
menentukan. Sehingga timbul anggapan bahwa agama yang ajarannya tidak sesuai
dengan akal merupakan agama yang kaku dan mati.
2) Rasa
(Emotion)
Rasa
merupakan suatu tenaga dalam jiwa manusia yang banyak berperan dalam membentuk
motivasi dalam corak tingkah laku seseorang, betapapun pentingnya fungsi reason
namun jika digunakan secara berlebihan akan menyebabkan agama itu menjadi
dingin.
Untuk
itu fungsi reason hanya pantas berperan dalam pemikiran mengenai super natural
saja, sedangkan untuk memberi makna dalam kehidupan beragama diperlukan
penghayatan yang seksama dan mendalam sehingga ajaran itu tampak hidup. Jadi yang menjadi objek penyelidikan sekarang
adalah bukan anggapan bahwa pengalaman keagamaan seseorang itu dipengaruhi oleh
emosi, melainkan sampai berapa jauhkah peranan emosi itu dalam agama, sebab
jika secara mutlak emosi yang berperan tunggal dalam agama, maka ia akan
mengurangi nilai agama itu sendiri. Sebagaimana yang dikemukakan oleh W.H.
Clark: “Upacara keagamaan yang hanya
menimbulkan keributan bukanlah merupakan agama sama sekali”.
3) Karsa
(Will)
Karsa
merupakan fungsi eksekutif dalam jiwa manusia, will berfungsi mendorong
timbulnya pelaksanaan doktrim serta ajaran agama berdasarkan fungsi kejiwaan,
mungkin saja penglaman agama seseorang bersifat intelek atau eosi, namun jika
tanpa adanya perana will maka agama tersebut belum tentu terwujud sesuai dengan
kehendak reason dan emosi.
Sejalan
dengan fungsi reason dan emosi maka fungsi will pun tidak boleh
berlebih-lebihan. Mungkin saja golongan yang demikian itu melaksanakan ajaran
keagamaan secara efisien tetapi pada dasarnya mereka belum dapat menempatkan
ajaran agama pada proporsi yang sebenarnya.
3.
Teori Fakulti
Teori
ini dikemukakan oleh:
1) G.M.
Straton
Straton
mengemukakan tori “Konflik”, ia mengatakan bahwa yang menjadi sumber kejiwaan
agama adalah adanya konflik dalam kejiwaan manusia, keadaan yang berlawanan
seperti: baik-buruk, moral-immoral, kepasikan dan keaktifan, rasa rendah diri
dan rasa harga diri menimbulkan pertentangan dalam diri manusia, dikotomi
(serba dua) termasuk menimbulkan rasa agama dalam diri manusia.
Jika
konflik itu sudah sedemikian mencekam manusia dan mempengaruhi kehidupan
kejiwaannya,maka manusia itu mencari pertolongan kepada sesuatu yang tertinggi
(Tuhan).
2) Zakiah
Darajat
Zakiah
Darajat berpendapat bahwa pada diri manusia itu terdapat kebutuhan pokok.
Beliau mengemukakan bahwa selain dari suatu kebutuhan akan adanya kebutuhan
akan keseimbangan dalam kehidupan jiwanya agar tidak mengalami tekanan,
misalnya:
a) Kebutuuhan
akan rasa kasih sayang,
b) Kebutuhan
akan rasa aman,
c) Kebutuhan
akan rasa harga diri,
d) Kebutuhan
akan rasa bebas,
e) Kebutuhan
akan sukses,
f) Kebutuhan
akan rasa ingin tahu,
Munurut
Zakiah, gabungan dari keenam macam kebutuhan tersebut menyebabkan seseorang
membutuhkan agama, sebab melalui agama kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat
terpenuhi.
3) W.H.
Thomas
W.H.
Thomas mengemukakan bahwa yang menjadi sumber kejiwaan beragama adalah empat
macam keinginan dasar yang ada dalam diri manusia, yaitu:
a) Keinginan
untuk keselamatan (security)
b) Keinginan
untuk mendapat penghargaan (recognation),
c) Keinginan
untuk ditanggapi (response).
d) Keinginan
untuk pengetahuan dan pengalaman baru (New experience).
Didasarkan
pada keempat keinginan tersebut itulah pada umumnya manusia itu menganut agama,
menurut W.H. Thomas melalui ajaran agama yang teratur, maka keempat keinginan
itu akan tersalurkan. Dengan menyembah dan mengabdikan diri kepada Tuhan
keingian keselamatan akan terpenuhi.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah timbulnya Jiwa Keagamaan
Pada Anak
2.
Bagaimanakah Perkembangan Agama Pada
Anak-Anak
C. Tujuan
Yang
menjadi tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah:
1. Sebagai
wadah bagi mahasiswa untuk mengetahui perkembangan kejiwaan pada diri manusia
khususnya perkembangan jiwa keagamaan pada anak-anak dan remaja.
2. Sebagai
jawaban dan tugas yang diberikan dosen mata kuliah Psikologi kepada kelompok
II.
D. Manfaat
Makalah
ini bermanfaat untuk memberikan pengetahuan dasar kepada mahasiswa untuk
mengetahui perkembangan kejiwaan yang ada pada seorang manusia khususnya pada
tingkat anak-anak dan remaja.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Timbulnya Jiwa Keagamaan Pada Anak
Manusia dilahirkan dalam keadaan lemah,
fisik maupun psikis, walaupun dalam keadaan yang demikian ia telah memiliki
kemampuan bawaan yang bersifat laten, potensi bawaan ini memerlukan
pengembangan melalui bimbingan dan pemeliharaan yang mantap lebih-lebih pada
usia dini.
Sesuai dengan prinsip pertumbuhannya
maka seorang anak menjadi dewasa memerlukan bimbingan sesuai dengan prinsip
yang dimilikinya yaitu:
1. Prinsip
Biologis
Secara
fisik anak yang baru dilahirkan dalam keadaan lemah, dalam segala gerak dan tindak
tanduknya ia selalu memerlukan bantuan dari orang-orang dewasa sekelilingnya.
Dengan kata lain ia belum dapat berdiri sendiri karena manusia bukanlah
merupakan makhluk instinktif. Keadaan tubuhnya belum tumbuh secara sempurna
untuk difungsikan secara maksimal.
2. Prinsip
Tanpa Daya
Sejalan
dengan belum sempurnanya pertumbuhan fisik dan psikisnya maka anak yang baru
dilahirkan hingga menginjak usia dewasa selalu mengharapkan bantuan dari orang
tuanya. Ia sama sekali tidak berdaya untuk mengurus dirinya sendiri.
3. Prinsip
Eksplorasi
Kemampuan
dan perkembangan potensi manusia yang dibawanya sejak lahir baik jasmani maupun
rohani memerlukan pengembangan melalui pemeliharaan dan latihan. Jasmaninya
baru akan berfungsi sempurna jika dipelihara dan dilatih. Akal dan fungsi
mental lainnya pun baru akan menjadi baik dan berfungsi jika kematangan dan
pemerliharaan serta bimbingan dapat diarahkan kepada pengeksplorasian
perkembangannya.
Semua
itu tidak dapat difungsikan secara sekaligus melainkan melalui pentahapan. Begitu
juga perkembangan agama pada diri anak.
Timbulnya agama pada anak menurut para ahli
dapat dibagi dalam dua pendapat:
Pendapat pertama
mengatakan bahwa anak dilahirkan sebagai makhluk yang religius. Anak yang baru
dilahirkan lebih mirip binatang dan malahan mereka mengatakan anak seekor kera
lebih bersifat kemanusian daripada anak manusia itu sendiri. Pendapat
kedua berpendapat sebaliknya bahwa anak sejak dilahirkan telah membawa
fitrah keagamaan. Fitrah itu baru berfungsi di kemudia hari melalui proses bimbingan
dan latihan seteralah berada pada tahap kematangan.
Menurut tinjauan pendapat pertama bayi
dianggap sebagai manusia dipandang dari segi bentuk dan bukan kejiwaan, apabila
bakat elementer bayi lambat bertumbuh dan matang maka agak sukarlah untuk melihat
adanya keagamaan pada dirinya. Sedangkan pendapat yang kedua tanda-tanda
keagamaan pada diri seorang anak akan tumbuh terjalin secara integral dengan
perkembangan fungsi-fungsi kejiwaan lainnya.
Dari kedua pendapat diatas maka
pertumbuhan agama pada anak itu antara lain:
1. Rasa
ketergantungan (sence of fepende)
Teori
ini dikemukakan oleh Thomas melalui teori Four wisbes, menurutnya manusia
dilahirkan kedunia ini memiliki empat keinginan, yaitu: keinginan untuk
perlindungan, keinginan untuk pengalaman baru, keinginan untuk mendapat
tanggapan dan keinginan untuk dikenal.
2. Instink
Keagamaan
Menurut
Woodwoth, bayi yang dilahirkan sudah memiliki beberapa instink diantaranya
instink keagamaan. Belum terlihat tindak keagamaan pada diri anak karena fungsi
kejiwaan yang menopang kematangan berlum berfungsi secara sempurna. Instink
kejiwaan yang ada pada anak dapat berfungsi setelah anak dapat bergaul dan
berkemanpuan untuk berkomunikasi.
B. Bagaimanakah Perkembangan Agama
Pada Anak-Anak
Menurut
penelitian Ernest Harms perkembangan anak-anak itu melalui bebrapa fase
(tingkatan). Dalam bukunya The Thevelopment of religious on children ia
mengatakan bahwa perkembangan agama pada anak-anak itu melalui tiga tingkatan,
yaitu:
1. The
fairy stage (tingkat dongeng)
Tingkatan
ini dimulai pada anak yang berusia 3-6 tahun, pada tingkatan ini konsep
mengenai tuhan lebih banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi. Pada tingkat
perkembangan ini anak menghayati konsep ke-Tuhanan sesuai dengan tingkat
perkembangan intelektualnya,
2. The
Realistic Stage (tingkat kenyataan)
Tingkat
ini dimulai sejak anak masuk sekolah dasar hingga sampai ke usia (masa usia)
Adolesense. Pada masa ini ide ke-Tuhanan anak sudah mencerminkan konsep-konsep
yang berdasarkan kepada kenyataan (realis). Konsep ini timbul melalui
lembaga-lembaga keagamaan dan pengajaran agama dari orang dewasa lainnya.
3. The
Individual Stage (tingkat individu)
Pada
tingkat ini anak telah memiliki kepekaan emosi yangh paling tinggi sejalan
dengan perkembangan usia mereka. Konsep ini terbagi tiga, yaitu:
1) Konsep
ke-Tuhanan yang konvensional dan konservatif dengan dipengaruhi sebagian kecil
fantasi. Hal tersebut dipengaruhi oleh pengaruh luar.
2) Konsep
ke-Tuhanan yang murni yang dinyatakan dalam pandangan yang bersifat personal
(perseorangan)
3) Konsep
ke-Tuhanan yang bersifat humanistik. Agama telah menjadi etos humanis pada diri
mereka dalam menghayati ajaran agama. Perubahan ini dipengaruhi oleh faktor
ontern yang perkembangan usia dan ekstern berupa pengaruh luar yang dialaminya.
Bab III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagai
makhluk ciptaan tuhan, sebenarnya potensi agama sudah ada setiap manusia
dilahirkan. Potensi ini berupa dorongan untuk mengabdi kepada sang pencipta.
Dalam terminologi Islam dorongan ini dikenal dengan hidayat al diniyyat berupa
benih-benih keberagamaan yang dianugrahkan Tuhan kepada manusia. Dengan adanya
potensi bawaan ini, manusia dapa hakikatnya adalah makhluk beragama.
Dorongan
untuk mengabdi yang ada pada diri manusia pada hakikatnya merupakan sumber
keberagamaan yang fitri, untuk memelilhara dan mejaga kemurnian potensi fitrah
tersebut, maka tuhan yang Maha Pencipta mengutus para Nabi dan Rasul. Tugas
utama mereka adalah untuk mengarahkan perkembangan potensi bawaan itu kejalan
yang sebenarnya. Seperti yang dikehendaki oleh Sang Pencipta. Sebab bila tidak
diarahkan oleh utusan Tuhan, dikhawatirkan akan terjadi penyimpangan.
Konsep
ajaran islam menegaskan bahwa bahwa pada hakikatnya penciptaan jin dan manusia
adalah untuk menjadi pengabdi yang setia kepada penciptaannya sebagai firman
Allah dalam al-qur’an :
Artinya: “dan aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”.
Agar
tuga dan tanggung jawab dapat diwujudkan secara benar, maka tuhan mengutus Nabi
dan Rasulnya sebagai pemberi pengajaran, contoh dan teladan. Dalam estapet
berikutnya pemberi pengajaran diwariskan kepada para ulama, akan tetapi
tanggung jawab utamanya dititik beratkan kepada kedua orang tua. Sebagaimana
yang telah di di pesankan oleh Rasulullah Muhammad SAW. “sesungguhnya bayi yang
dilahirkan itu dalam keadan fitrah, yaitu dorongan untuk mengabdi kepada
penciptanya, namun benar dan tidaknya cara pengabdian yang dilakukannya,
sepenuhnya tergantung dari kedua orang tua masing-masing.
B. Saran
Pendidikan
anak bukanlah tanggung jawab seorang ulama, kiyai, ustad atau guru ngaji
semata, kita semua selaku manusia dewasa mempunyai andil yang besar untuk
membantu sesama manusia untuk mendapatkan pengetahuan tentang cara beragama dan
beribadah yang benar kepada sang pencipta.
Orang
tua sebagai orang yang medapatkan amanah berupa anak, janganlah sampai
melalaikan amanah ini, ingatlah sabda rasullah “yang menjadikan anak itu
seorang majusi, yahudi dan nasrani tergantung dari orang tuanya”. Kemampuan
beragama orang tua sangat menunjang perkembangan keagamaan pada anak,
pendidikan yang didapatkan anak diluar rumah hanyalah sebagai tambahan dari apa
yang telah didapatkan di rumah tempat dia berada.
Marilah,
kepada semua rekan mahasiswa, kita tanamkan dalam diri kita masing-masing bahwa
pendidikan anak / adik-adik kita juga merupakan tanggung jawab kita semua
sebagai mahasiswa STAI DDI yang mempelajari dan mendalami pengetahuan agama
untuk kita salurkan kepada penerus agama ini sekaligus membantu meringankan
beban yang dipikul orang tua.
Posting Komentar untuk "Contoh Makalah PERKEMBANGAN JIWA KEAGAMAAN PADA ANAK DAN REMAJA"